Rajin Menabung, Tukang Becak pun Naik Haji

Assalamu’alaikum, Pak Haji. Saya sudah sehari tidak narik becak. Sulit cari penumpang,” kata seorang tukang becak saat menyapa Abdul Khadir (60 tahun) yang sedang mengayuh becak di lampu merah Titik Nol Kota Yogyakarta.

“Wa’alaikumusalam. Iya, yang sabar,” jawab Khadir singkat sambil mengayuh becaknya. Khadir sudah dikenal oleh kalangan tukang becak yang mangkal di sepanjang Malioboro hingga Pasar Beringharjo.

Teman-temannya memanggilnya dengan sebutan Pak Haji atau dikenal sebagai adik Pak Gendhut. Dia biasa mangkal mencari penumpang di depan Mal Malioboro.

Saat Pak Kadir dicari, seorang tukang becak yang mangkal di Mal Malioboro, mengatakan, “Oh Pak Haji Khadir. Dia baru saja mengantar penumpang ke Pasar Beringharjo. Tunggu di sini saja, sebentar lagi datang.”

Khadir memang sudah menunaikan ibadah haji pada 2007 bersama istrinya, Nurjanah Ina, yang sehari-hari menjadi penjahit di rumahnya di Plered, Bantul. Sebagai kenangan saat melakukan ibadah haji, becaknya pun diberi tulisan Misfalah yang merupakan nama hotel atau jalan tempat dia menginap saat di Makkah.

“Sejak 2004, saya mulai prihatin dengan banyak berdoa, menabung, dan sering berziarah ke makam-makam Wali Songo. Saya dipesan oleh almarhum bapak saya kalau kamu ingin menunaikan ibadah haji, harus berdekat-dekat dengan ulama, termasuk berziarah ke Wali Songo,” ungkap ayah dua putri ini memulai ceritanya.

Mulai 2004, Khadir pun mulai menabung di BRI dan kaleng cat tembok yang besar. Dari menyisihkan uang dari menarik becak dan membantu istrinya menjahit untuk ditabung. Di samping itu, ada juga saudaranya yang memberi motivasi dengan memberi uang, tetapi sebagian besar uang untuk menunaikan ibadah haji dari penghasilan Khadir dan istrinya.

Dia semula berniat untuk menunaikan ibadah haji pada 2005, tetapi uang untuk menunaikan ibadah haji istrinya belum cukup. “Alhamdulillah, tahun 2007 kami bisa berangkat ibadah haji. Saya juga tidak tahu kadang uang itu datangnya tidak disangka-sangka,” tutur dia yang pada saat barangkat haji menjadi ketua rombongan sehingga dia mendapat keringanan biaya haji Rp 5 juta.

Sampai sekarang, Khadir pun masih menarik becak. Setiap pagi, pukul 07.00 WIB, dia berangkat menarik becak dari rumahnya di Plered menuju Malioboro dengan jarak tempuh sekitar 15 kilometer. Dia pulang sampai rumah sekitar pukul 19.00 WIB.

Setiap Ramadhan, meskipun harus mengayuh becak setiap hari, Khadir tetap berpuasa. “Alhamdulillah rasanya ringan, tidak merasa haus maupun lapar. Bahkan, kalau puasa Ramadhan, bagi saya justru sebagai obat. Dulu gula darah saya tinggi, sekarang sudah turun jauh dan badan saya terasa ringan,” kata pria asal Kebumen, Jawa Tengah, ini. (Republika)

Komentar