Bagaimana
tidak bahagia, kalau dengan kemuslimahan ini kami masih tetap bisa
melakukan banyak hal tanpa perlu melanggar aturanNya. Bagaimana tidak
bahagia, kalau dengan kemuslimahan ini kami menjadi lebih baik dari hari
ke hari dalam ketaatan karenaNya. Dan bagaimana kami tidak bahagia,
karena semakin kami bangga dengan kemuslimahan ini, maka semakin Allah
menyayangi kami.
Tahukah engkau apa artinya jika Allah telah sayang pada seseorang? Mari kita dengar firmanNya dalam sebuah hadits qudsi :
Berkata Abu Hurairah RA bahwasanya Nabi SAW bersabda :
Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia Ta’ala memanggil Jibril AS seraya berfirman :
“Sesungguhnya Aku mencintai si Fulan maka cintailah dia.”
Beliau SAW kemudian bersabda :
Maka
Jibril AS pun mencintainya. Kemudian Jibril memanggil terhadap penghuni
langit : ‘Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah ia.’ Maka
seluruh penghuni langit mencintainya. Kemudian di bumi ia diterima.
Apabila Allah membenci seorang hamba, maka Dia Ta’ala memanggil Jibril AS seraya berfirman :
“Sesungguhnya Aku membenci si Fulan, maka bencilah ia”
Lalu
ia dibenci oleh Jibril AS. Kemudian Jibril AS memanggil penghuni langit
: ‘Sesungguhnya Allah membenci Fulan, maka bencilah kamu sekalian
terhadapnya.’
Kemudian Beliau SAW bersabda : Kemudian ia di bumi dibenci oleh orang-orang.
[HQ. 3.5 Ditakhrijkan oleh Al-Bukhari, Muslim] [MZ74-79]
Lalu,
apa lagi yang kurang dalam hidup ini jika Allah SWT, para malaikat,
penghuni langit, dan penghuni bumi sedemikian istimewa menempatkan kita?
Yakinlah, kita tak kan pernah merasa sendiri meski sedang seorang diri.
Akan
selalu ada kebaikan dalam kebaikan tercipta, karena memang demikianlah
keberkahan hidup terengkuh. Dan pastinya berbeda sekali dengan kedudukan
orang kedua dalam hadits tersebut, dimana pasti menjadi pilihan
berikutnya jika tak memilih pilihan sebelumnya, yaitu menjadi seseorang
yang dicintai Allah SWT.
Jika jelas demikian, lalu alasan apa yang masih membuat sebagian dari kita enggan hidup dengan kemuslimahan ini?
Apa? Jadi muslimah itu ribet?
Apakah
yang kau anggap ribet itu mengenakan kain penutup kepala yang lebar
hingga menjuntai ke dada? Sementara itu adalah penjagaan terbaik dari
Allah yang disebut hijab. Yang maknanya lebih dari sekedar kain penutup
kepala. Yang dengannya engkau tak hanya aman, namun juga mengamankan
mata dari yang bukan haknya.
Apakah yang kau sebut ribet itu harus
memakai pakaian panjang longgar dan tidak transparan? Sementara justru
itulah letak harga diri fisikmu. Pun demikian, kau juga aman dan
mengamankan syahwat para lelaki tak kuat iman. Itulah yang disebut
langkah preventif dari pintu perzinahan, terlebih (na’udzubillahi min
dzalik) pemerkosaan.
Kalaupun toh memang ribet, hanya seribet itu
kan? Ribet yang tak’kan membuat hidupmu sengsara. Sedikit kepanasan
bukan masalah besar, toh akan menjadi sangat biasa jika kau
mengenakannya tiap hari.
Ah, jika kita bicara ribet, bukankah
shalat lima waktu itu lebih ribet dari pada yang “sembahyang” sepekan
sekali? Jangan-jangan kau mengatakan shalat lima waktu juga ribet? Ups,
maaf… bukan bermaksud su’udzan, hanya selintas pikiran yang tiba-tiba
muncul sebagai bahan perbandingan.
***
Apa? Jadi muslimah itu sulit?
Hei,
jangan membuatku tertawa. Bukannya justru sangat simple dan sangat
nyaman dengan apa yang ada. Tidak perlu punya se-tas make-up tuk memoles
wajah agar tetap terlihat cantik menarik, toh wanita bukanlah benda
pajangan yang harus menarik perhatian. Kita sedang tidak jualan diri
kawan! Tapi kita sedang hidup dengan akal, hati, dan jasad kita sebagai
manusia yang bemartabat.
Muslimah tidak perlu update fashion hanya
agar tidak dibilang kampungan dan ketinggalan jaman. Karena pakaian
takwa ini adalah model yang tidak pernah lekang dimakan jaman. Akan
tetap seperti ini dari dulu dan sampai kapanpun. Kenapa bisa demikian?
Karena acuan syarat pakaian takwa ini sudah dipatenkan langsung dari
yang menciptakan jaman, yang tentu saja lebih tahu tentang perkembangan
jaman. Acuan syarat yang jauh lebih valid dan sempurna, karena juga
diperhatikan efek samping untuk diri sendiri maupun untuk orang di
sekitar.
Jadi, apanya yang sulit? Oh, apakah tidak bersentuhannya
dengan lawan jenis yang bukan mahram, meskipun hanya berjabat tangan itu
yang disebut sulit? Ketahuilah, bahwa justru itulah bagian dari
istimewanya muslimah. Tak disentuh selain pada yang sudah berhak. Dengan
garis jelas antara haram dan halal.
Dan siapa bilang sulit? Hanya
perlu sedikit bersiasat agar tetap aman dan nyaman. Misalnya engkau
hanya perlu menelangkupkan kedua tangan di depan dada, sedikit tersenyum
sambil berucap, “Maaf, saya sudah wudhu.” kalau ketemu lawan dan
suasana yang tidak kondusif untuk menjelaskan bahwa memang selain mahram
dilarang bersentuhan. Karena tidak bisa dipungkiri masih banyak yang
“belum bisa menerima” bahkan ada yang belum mengerti tentang hukum yang
satu ini, dimana pernah dikisahkan bahwa Nabi SAW lebih memilih ditusuk
dengan besi panas dari pada menyentuh wanita yang bukan mahram.
Dan
ini sedang tidak berbohong, karena kalimat bentuk lampaunya tidak
menjelaskan kapan waktu wudhunya, “sudah wudhu” bisa berdurasi sejam
yang lalu, sehari yang lalu, seminggu yang lalu, sebulan yang lalu, atau
kalau perlu setahun yang lalu. Jadi, kalau masih juga bilang sulit, itu
tandanya sih kurang kreatif saja kali ya?
***
Apa? Jadi
muslimah itu kudu pinter ngaji? Banyak tahu tentang hukum agama? Tidak
boleh tertawa cekakan? Tidak boleh teriak-teriak? Tidak boleh jutek?
Tidak boleh bla, bla, bla…
Ayolah kawan, jangan lagi cari alasan,
karena semakin banyak alasan semakin menunjukkan kualitas diri, pun
semakin menunjukkan kesalahan. Semuanya ada awal mulanya, semua ada
proses dan alurnya. Engkau hanya perlu satu kata kunci sukses menjadi
muslimah, yaitu taat. Bahasa Al-Qur’an-nya sih sami’na wa atha’na.
Karena demikianlah sikap dan sifat para sahabat/sahabiyah dahulu ketika
menerima ketentuan syari’at dari untaian tutur sang Nabi SAW.
Taatlah
niscaya akan bahagia. Bukan bahagia yang semu, bukan bahagia yang
dibayangi kekhawatiran takut kehilangan kebahagiaan itu sendiri. Tapi
ini bahagia yang menghujam ke dasar kalbu. Bahagia yang membahagiakan.
Karena hanya ada kata sabar dan syukur di dalamnya, yang bermula dari
rasa yang sama; percaya akan kebaikan-kebaikan di setiap takdirNya. Tak
ada umpatan, keluhan, apalagi penyesalan tentang kehidupan.
Jadi jika demikian tentang kebahagian itu, maka kamilah yang paling lantang berkata, “I’m muslimah and very happy.”
rifa_farida@yahoo.co.id
Komentar
Posting Komentar