Jakarta - Peristiwa perayaan
tahun baru 2013 masehi, memberikan cerminan umat ini, mereka tidak
memiliki furqon (pembeda) dan talbiz (campur antara haq dan bathil).
Dengan guyuran hujan mereka tetap pergi ke panggung yang sudah
disiapkan oleh Gubernur DKI Jokowi. Sepanjang Jalan Thamrin, Buderan HI,sampai Jalan Sudirman dan Ancol, dan masyarakt Jakarta tumpel blek, ke
arena hiburan itu.
Dakwah yang dilakukan para da'i dan ulama selama setahun itu, seperti
sia-sia, seperti membuang garam di laut. Ibaratnya, panas setahun
dihilangkan hujan sehari. Tak berbekas sedikitpun.
Usaha-usaha para da'i dan ulama, seperti hilang begitu saja, di telan
oleh acara perayaan natal dan tahun baru, selama bulan Desember ini.
Umat larut dengan berbagai kemaksiatan dan kemubaziran serta kedurhakaan
terhadap Allah Rabbul Alamin.
Tetapi, aktivitas perayaan tahun baru masehi itu, bukan hanya di
Jakarta, tetapi di seluruh wilayah Indonesia. Betapa pengaruh media
massa, terutama telivisi, sangat luar biasa. Mempunyai dampak yang
sangat massal.
Tak terkecuali. Sampai ke kampung-kampung, bahkan ke gunung-gunung,
yang jauh dari pusat kehidupan kotapun, terbawa arus perayaan tahun baru
masehi. Dampaknya, masyarakat semakin jauh dari agama, dan
tersekulerisasi dengan dahsyat. Usaha-usaha meningkatkan kehidupan agama
(Islam) semakin jauh.
Tentu, kerusakan yang paling dahsyat terjadi dikalangan remaja, di
berbagai pelosok di seluruh Indonesia. Sebuah media di Jakarta
memberitakan, menjelang tahun baru, jumlah kondom yang terjual mencapai
40 juta.
Sebagian besar penggunanya adalah ABG (anak baru gede). Artinya
selama perayaan natal dan tahun baru itu, berlangsung perzinahan yang
dilakukan oleh 40 juta orang, terutama remaja.
Belum lagi, berapa banyak jumlah uang yang dihabiskan membeli
petasan, kembang api, dan menonton konser di tempat terbuka, seperti di
Thamrin, Sudirman, dan Ancol serta tempat-tempat hiburan lainnya di
seluruh Indonesia. Sungguh sangat dahsyat.
Semua kebejatan dan kemaksiatan berlangsung secara massal, di malam
natal dan tahun baru. Tidak ada lagi tersisa nilai-nilai iman yang ada
dalam dada mereka. Semuanya tercerabut saat malam natal dan tahun baru.
Memang. Umat ini tidak memiliki furqon dalam diri mereka. Umat yang
sangat kompormis, dan tidak memiliki karakter. Mereka mengaku Muslim.
Tetapi, kegemaran mereka berbuat maksiat. Tidak bisa lagi berlepas diri,
membenci, dan menolak segala bentuk kemaksiatan dan kedurhakaan.
Di dalam diri mereka itu, sudah sangat kuat budaya talbiz (campur
aduk) antara yang haq dan bathil. Umat ini bersama dengan pemimpinnya
sudah biasa, berbuat ma'ruf (kebaikan), tetapi mereka juga "nyambi" (menikmati) kebathilan dan kemunkaran. Itulah umat Islam di Indonesia.
Di dalam diri umat ini sudah berlangsung dalam kurun waktu yang
sangat lama, budaya sinkretisme. Islam bercampur dengan hindu, budha,
kejawen, barat, semuanya bercampur. Islam sinkretis.
Sangat kabur tidak jelas nilai-nilai Islam dalam diri umat ini. Jika
Islam ini menjadi agama mayoritas, mestinya dengan jumlah penduduk 240
juta ini, Islam menjadi sangat nampak dalam kehidupan sehari-hari, dan
menjadi arus utama dalam masyarakat. Sekarang umat itu semakin sekuler.
Bayangkan, Indonesia pernah dijajah oleh Belanda, selama 350 tahun,
atau 3,5 abad. Mungkin hanya satu-satunya wilayah atau negara di dunia
yang begitu lama dijajah oleh penjajah Eropa. Habis dijajah Belanda,
kemudian di jajah oleh Jepang 3,5 tahun.
Sekarang di era kemerdekaan Indonesia dijajah dengan budaya Barat,
yang begitu massif, dan tak terelakkan. Dengan dukungan media, dan
orang-orang yang ditanamkan oleh penjajah itu, perubahan semakin nampak
dalam diri umat menuju atheisme (tak bertuhan).
Para ulama dan da'inya semakin kehilangan harga diri dan keberanian
(saja'ah) mendakwahkan agama Allah, dan membiarkan dihancurkan oleh
sekulerisme. Dakwah melalui masjid, mushola, dan majelis taklim, tak
dapat melawan pengaruh media yang begitu dahsyat.
Media seperti Kompas, Metro TV, RCTI, TV One, dan sejumlah media
lainnya, begitu dahsyatnya mengharu biru, tanpa dapat ditandingi oleh
para da'i dan ulama, menjaga dan melindungi umat dari budaya yang
merusak.
Semuanya hancur hanya dalam waktu semalam. Hanya dengan 16 panggung
yang dibikin oleh Jokowi di sepanjang Jalan Thamrin, Sudirman, dan
Ancol, semuanya hasil jerih payah yang dilakukan para da'i dan ulama
tak berbekas.
Tahun 2013 ini, sebaiknya menjadi titik tolak, bagi para da'i dan
ulama membangun kembali umat yang iman dan aqidahnya compang-camping,
akibat penghancuran yang dilakukan agen-agen Barat, kafir musyrik
yahudi-nasrani, yang secara sismatis menghancurkan umat.
Indonesia bukan hanya menghadapi kehancuran oleh korupsi, tetapi kerusakan moral sudah sangat dahsyat. Wallahu'alam. (voa islam)
Komentar
Posting Komentar