Langsung ke konten utama
Mengapa Shalat Subuh 2 Raka'at?
Suatu hari, saya bertamu ke rumah salah seorang rektor satu universitas ternama di kota Jember.
Mayoritas tamu undangan kala itu ialah dosen-dosen universitas tersebut.
Seusai jamuan makan malam, dan pada sesi ramah tamah, pembicaraan
berputar tentang urusan agama. Tak ayal lagi saya hanyut dalam
pembicaraan dengan mereka.
Di tengah-tengah pembicaraan yang sedang
asyik, ada seseorang yang bertanya: maaf pak ustadz, saya ingin
bertanya, namun saya berharap jawabannya yang ilmiyah dan bukan jawaban
klasik.
Pertanyaannya: MENGAPA SHOLAT SUBUH 2 RAKAAT MAGHRIB 3 RAKAAT, DAN,LAINNYA 4 RAKAAT?
Mendapat pertanyaan ini, saya hanya bisa jawab: ya demikian ini ajarannya, maka kita hanya bisa mengucapkan sami'na wa atha'na.
Betapa terkejutnya saya ketika penanya menimpali jawaban sayan dengan
berkata : oooo jawaban klasik, saya sudah sering dengar jawaban klasik
semacam ini.
Mendengar komentar ini, saya berksimpulan bahwa
penanya seorang yang terpengruh dengan ilmu filsafat, dan ternyata
benar, menurut sang rektor ternyata dia master di bidang ilmu filsafat.
Akhirnya saya balik bertanya : ooo bapak mau jawaban yang kontemporer?
Gampang sekali, dan saya akan buat tantangan kapada bapak. Kan bapak
adalah seorang yang berpendidikan, sehingga layak membuat suatu
penelitian ilmiyah. Dan karena masalah sholat narasumbernya adalah Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan kebetulan beliau sudah mati,
ada baiknya bila bapak mengadakan riset di alam kubur. Coba bapak temui
Nabi di alam kubur, dengan cara mati dengan bunuh diri atau lainnya,
lalu adakan wawancara dengan Beliau. Kalau sudah dapat jawaban,
kembalilah ke alam dunia, untuk kemudian membukukan hasil wawancara
bapak dengan beliau.
Kalau untuk pergi ke alam kubur bapak tidak
punya dananya, saya siap mendanai/ sebagai sponsor riset bapak. Toh
untuk bisa sampai ke alam kubur paling-paling cuma butuh racun tikus,
atau sebilah pisau saja.
Mendengar tantangan saya rupanya bapak itu mulai merendah.
Untuk semakin memberi pelajaran kepadanya saya tidak berhenti di sini.
Saya kembali bertanya kepadanya: bapak kan seorang ilmuan, saya mau
bertanya, saya mau tahu,mengapa jari-jemari bapak berbeda panjangnya,
kok tidak sama panjang? Coba bapak uraikan dengan jawaban yang ilmiah,
bukan jawaban klasik.
Akhirnya bapak tersebut terdiam dan malu.
Selanjutnya saya memberi penekanan kepada yang hadir kala itu bahwa
terlalu banyak hal yang ada di sekitar kitab yang diluar kemampuan nalar
manusia. Demikian Allah tegaskan pada ayat berikut:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
Mereka bertanya kepadamu tetang ar-ruh, katakan bahwa ruh adalah urusa
Tuhanku, sedangkan kalian tidaklah mendapatkan ilmu kecuali hanya
sedikit.
-Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, M.A.-
Komentar
Posting Komentar