- Dalam sebuah diskusi, saya merasa bengong ketika
disana disimpulkan, bahwa Syiah yang beroperasi di negeri-negeri Sunni
(seperti Indonesia), sebenarnya dipelihara oleh Amerika. Disana
dikatakan: “Ahmadiyah dipelihara oleh Inggris, sedangkan Syiah dipelihara oleh Amerika.”
Saya merasa, ini kejutan atau pencerahan yang sangat berbeda. Namun
ketika merunut kepada data-data, fakta, serta kejadian-kejadian; saya
baru bisa percaya kalau Syiah Imamiyah (Rafidhah) memang dipelihara
Amerika.
MUI (Pusat) atau Pemerintah RI selama ini sangat susah untuk
menetapkan Syiah dan Ahmadiyyah sebagai aliran sesat, sehingga keduanya
harus dilarang beroperasi; karena adanya tekanan dari Amerika, Inggris,
Australia, Kanada, dan negara-negara besar lainnya. Mereka
bahu-membahu untuk memelihara faktor destruktif di
tengah-tengah kehidupan kaum Muslimin Indonesia. Makanya, ketika ada
sebuah ormas Islam sangat antipati kepada Ahmadiyah dan Liberal, tetapi
bersikap “main mata” kepada Syiah, hal itu dipahami bahwa ormas
tersebut tidak mau memikul beban terlalu berat, dalam menghadapi
tekanan Inggris, Amerika, Kanada, Australia, dan kawan-kawan. Padahal
sudah standar Ahlus Sunnah dimana saja, yaitu: Anti Sekularisme, anti Syiah, anti Ahmadiyah, anti Liberal, anti Kristenisasi, dan anti Zionisme. Ini sudah pakem khas Ahlus Sunnah!
Banyak data-data bisa disampaikan, bahwa Syiah Rafidhah memang
dipelihara oleh kepentingan imperialis Amerika (atau secara umum
imperialis Barat). Soal di atas permukaan ada retorika-retorika anti
Amerika dari kalangan Syiah, itu hanya kamuflase saja, untuk menutupi
fakta sebenarnya. Biasa kan ada sandiwara “bertema konflik” untuk
menutupi “hakikat kemesraan” yang tidak terlihat.
Mari kita coba lihat data-datanya.
[1]. Khomeini itu sejak muda (remaja) tinggal di
Perancis. Disebutnya, tinggal di pengasingan. Baru menjelang Revolusi
Syiah tahun 1979, dia pulang kampung. Tinggal di Perancis sejak muda
sampai jenggotnya agak memutih, dapatkah dikatakan bahwa Khomeini bersih
dari invasi pemikiran dan politik yang dipaksakan Barat kepadanya?
Sangat tidak mungkin. Rata-rata semua tokoh politik dari Asia yang
pernah diasuh di negara Barat, rata-rata kalau pulang ke negeri
masing-masing akan membawa agenda politik dari “majikan-nya”.
[2]. Sebelum Iran dikelola oleh Khomeini dan
kawan-kawan, penguasa politik disana ialah Reza Pahlevi. Sebenarnya
orang ini Syiah juga dan menjadi boneka Amerika. Tetapi Pahlevi lebih
kental dunia politiknya, sedangkan Khomeini terkenal dengan IDEOLOGI
Syiah-nya. Ketika Barat mencabut peran Pahlevi dan menggantikannya
dengan Khomeini; hal itu terjadi karena mereka ingin mengubah strategi,
daripendekatan politik menjadi pendekatan ideologi;
dengan menjadikan akidah Syiah Imamiyah Itsna Asyari sebagai basisnya.
Akidah ini jauh lebih berbahaya ketimbang manuver-manuver politik Reza
Pahlevi. Sebab pada hakikatnya, akidah Imamiyah Itsna Asyari (atau
Syiah Rafidhah) adalah kekufuran yang nyata. [Kalau ada ketua ormas
Islam tertentu yang ragu dengan kekufuran akidah Syiah ini, saya ajak
beliau untuk berdebat terbuka, bi idznillahil 'Azhim].
[3]. Banyak sandiwara dilakukan untuk menutupi missi sebenarnya, bahwa Khomeini sebenarnya adalah boneka Amerika, tak ubahnya seperti Reza Pahlevi. Pertama,
Amerika tidak segera menginvasi Iran di bawah kepemimpinan Khomeini,
seperti mereka menginvasi negara-negara yang penguasanya digulingkan
tanpa restu Amerika. Kedua, disana digambarkan bahwa
ada sekian puluh helikopter marinir Amerika saling bertabrakan satu sama
lain ketika hendak menyerang Iran. Bukti-bukti seputar serangan
helikopter yang gagal ini tidak banyak diperoleh, selain dari info-info
media. Benarkah heli-heli itu bertabrakan, atau sengaja di-setting agar
bertabrakan? Atau jangan-jangan semua itu hanya opini media saja,
tanpa bukti yang jelas? Bandingkan cara Amerika itu dengan invasi
mereka ke Irak, Afghanistan, Columbia, Vietnam, bahkan infiltrasi ke
Indonesia (pada peristiwa PKI 65). Ketiga, sepertinya
ada “solusi damai” antara Amerika dengan keluarga Reza Pahlevi,
sehingga setelah itu tidak ada “dendam politik” keluarga Pahlevi kepada
Khomeini. Padahal layaknya tokoh-tokoh politik Persia, tabiat dendam
sangatlah dominan.Keempat, secara massif Khomeini
melakukan kampanye, bahwa Amerika adalah SETAN BESAR. Kampanye ini
mendapat respon besar di dunia Islam. Karena ia memang sebuah strategi
untuk mendapatkan SIMPATI kalangan Dunia Islam, yang mayoritas Ahlus
Sunnah dan anti Amerika. Kelima, tidak lama setelah
Revolusi Iran, negara itu terlibat dalam konflik besar Iran Versus Irak
di bawah Sadam Husein. Ending dari konflik Iran-Irak ini, malah Irak
dimusuhi oleh Amerika dan Sekutu, serta negara-negara Timur Tengah;
setelah Irak menginvasi Kuwait pada tahun 1990.
[4]. Sejak lama Iran selalu dikaitkan dengan isu anti Amerika dan anti Israel. Bahkan ia masuk dalam kategori “axis of evils”
(negara-negara poros kejahatan). Tetapi ia sendiri tidak pernah
sedikit pun terlibat dalam perang melawan Amerika, atau perang melawan
Israel (musuh bangsa Arab di Timur Tengah). Jadi sebagian besar perang
disini sifatnya hanya “kampanye verbal” saja. Tidak
heran jika Iran kerap dijuluki sebagai NATO (no actions talk only).
Begitu juga, Hamas semakin terjebak dalam posisi sulit ketika
organisasi itu menjalin kerjasama dengan Teheran. Iran adalah negara
yang paling menikmati hasil kampanye anti Amerika dan Israel; tetapi
pada saat yang sama, dia tidak pernah terlibat perang sedikit pun
melawab Amerika dan Israel.
[5]. Tidak diragukan lagi, bahwa Syiah Iran turut
membantu invasi Amerika ke Afghanistan dan Irak. Katanya, dua invasi ini
tidak akan pernah berhasil, tanpa bantuan Syiah Iran. Dulu di zaman
Pemerintahan Burhanuddin Rabbani (Mujahidin), Syiah telah menelikung
pemerintahan itu melalui Jendral Rasyid Dustum di bagian Utara. Begitu
juga Pemerintahan Irak saat ini, pasca invasi Amerika ke Irak,
presidennya Jalal Talabani dan PM-nya Nuri Al Maliki, keduanya adalah
bagian dari penganut Syiah. Lihatlah, Amerika lebih ridha Irak di bawah
pemimpin Syiah daripada negara itu di bawah Saddam Husein yang
merupakan bagian masyarakat Sunni.
[6]. Kita tentu masih ingat skandal Iran-Contra pada
waktu-waktu lalu. Singkat kata, Iran dikesankan sangat
bermusuh-musuhan dengan Amerika. Tetapi lewat skandal itu terbukti,
Iran bekerjasama mesra dengan Amerika. Iran memasok minyak ke Amerika,
lalu hasil keuntungan jual-beli minyak “ilegal” ini oleh Amerika
disalurkan untuk membiayai gerakan Kontra di Kolumbia. Iran sendiri
merasa diuntungkan, sebab mendapat penghasilan untuk membiayai
kebutuhan mereka (khususnya untuk biaya konflik dengan Irak). Sandiwara
besar abad 20 ini akhirnya terkuak, baik Iran maupun Amerika
menanggung malu. Lalu dengan entengnya Amerika mengorbankan Kolonel
Oliver Stone sebagai tokoh yang bertanggung-jawab atas skandal
memalukan itu.
[7]. Fakta besar yang tidak diragukan lagi, bahwa
Iran memiliki reaktor nuklir yang dikembangkan untuk kebutuhan energi
dan militer. Hal ini sudah tidak diragukan lagi. Berulang kali Amerika,
Inggris, dan Sekutu mengancam akan menyerang Iran. Tetapi hal itu tidak
pernah terjadi, bahkan tidak akan terjadi; karena mereka sebenarnya
satu kepentingan. Bandingkan, ketika Amerika mengancam negara-negara
Muslim Sunni, seperti Irak dan Afghanistan; sekali diancam, langsung
dihajar, meskipun akibatnya ekonomi Amerika mesti ambruk.
[8]. Di Indonesia, posisi Syiah selalu dibela oleh
tokoh-tokoh Liberalis, seperti Azyumardi Azra, Syafi’i Ma’arif, Dawam
Rahardjo, Said Aqil Siradj, bahkan Amien Rais. Belakangan, Mahfud MD
ikut-ikutan membela Syiah dan berlagak memojokkan kaum Sunni di Madura.
Anda pasti paham mengapa tokoh-tokoh Liberal ini selalu melindungi
Syiah? Ya, karena memang job description-nya, mereka harus membela Syiah.
[9]. Media cetak yang sangat giat membela Syiah
sejak zaman Orde Baru adalah majalah Tempo. Media ini punya peran besar
dalam mempromosikan citra positif Syiah di mata kaum Muslimin
Indonesia; media ini benar-benar telah banyak menyesatkan opini rakyat
Indonesia, seputar Syiah. Media ini sejak lama dikomandoi Goenawan
Mohamad, salah seorang jurnalis yang sejak lama disinyalir sebagai kaki
tangan Amerika di Indonesia.
[10]. Abdurrahman Wahid termasuk salah satu tokoh
pro Zionis yang banyak mendukung dan membela Syiah. Dia berdalih,
“Membela minoritas.” Tetapi pada saat yang sama, dia justru sangat anti
denganminoritas aktivis Islam, yang selalu menjadi
bulan-bulanan politik Orde Baru dan Orde Reformasi. Katanya membela
minoritas, tetapi kok malah acuh tak acuh dengan kezhaliman rezim
terhadap para aktivis Islam yang sebenarnya minoritas itu? Wahid sama
sekali tidak pernah membela keluarga korban Tanjung Priok, Talangsari
Lampung, DOM Aceh, korban konflik Ambon, korban konflik Poso, korban
pembantaian Sampit (Sambas), tahanan politik Muslim, bahkan tidak pernah
membela tokoh-tokoh Petisi 50 yang notabene kalangan
umum. Di zaman Orde Baru, Wahid menjadi bagian dari anggota MPR Fraksi
Golkar, dan sangat mendukung kekejaman rezim terhadap para aktivis
Islam. Nah, itulah sosok “dajjal kecil” yang sering dielu-elukan sebagai
“pembela minoritas”. Di zaman Orde Baru, posisi Syiah selalu dalam
pengawasan ketat; tetapi di era Wahid, atau tepatnya tahun 2001,
berdirilah IJABI, ormas Syiah pertama di Indonesia. Ormas ini juga
direstui si orang itu, sehingga di mata penganut Syiah, nama Wahid
begitu harum.
[11]. Berulang kali kita saksikan bagaimana Said
Aqil Siradj membela Syiah, melindungi Syiah, sembari tangan dan mulutnya
terus-menerus menyerang kaum Wahabi. Tapi lucunya, Said Aqil ini tidak
berani berhadap-hadapan dengan pengurus PWNU Jawa Timur, atau MUI Jawa
Timur, atau MUI Madura yang jelas-jelas telah memfatwakan kesesatan
Syiah. Pernah pengurus PWNU Jawa Timur datang ke kantor PBNU di Jakarta,
untuk menyerahkan fatwa Syiah sesat yang telah mereka sepakati. Waktu
itu mereka sudah siap audiens dengan pengurus PBNU, termasuk Si Sail
Aqil. Sampai pertemuan selesai, Si Said tidak menemui para pengurus PWNU
Jatim. Alasannya, “Lagi macet di jalan.” Inna lillahi wa inna ilaihi
ra’jiun. Said, Said…orang sepertimu kok beralasan “jalanan macet”?
Beberapa waktu lalu Said ini datang ke Amerika, berkunjung ke Bank
Dunia. Disana dia diberikan komitmen dukungan dana unlimitted, untuk
memerangi terorisme (yang nanti ujung-ujungnya tuduhan itu dia arahkan
ke Wahabi; semoga Allah Ta’ala membinasakan manusia yang satu ini dan
para loyalisnya karena kekejian fitnah mereka; amin Allahumma amin).
Kalau kembali ke momen pemilihan Ketua PBNU di Makassar, pada tahun
2010. Seminggu sebelum pemilihan ketua, dua kandidat calon ketua PBNU
dipanggil ke Cikeas untuk bertemu Pak Beye. Entahlah, apa yang dikatakan
Beye dalam pertemuan itu. Pokoknya setelah itu Shalahuddin Wahid
terlihat tidak semangat memperebutkan kursi Ketua PBNU. Dan akhirnya,
Said Aqil Siradj ini yang terpilih sebagai Ketua PBNU. Dulu di masa
kepemimpinan Wahid sebagai Presiden RI, Si Said ini amat sangat loyal;
sehingga berkali-kali dia menyerang Amien Rais dengan perkataan kasar.
Salah satunya, kurang lebih, “Itu warga NU di bawah, sedang mengasah
golok.”
[12]. Di Indonesia berkali-kali terjadi kerusuhan
bermotif isu agama. Salah satunya dalam isu Syiah, seperti peristiwa
Sampang, Bangil (Pasuruhan), penusukan ustadz NU di Jember, dan lainnya.
Tetapi SBY rata-rata tidak pernah bersuara tentang kerusuhan ini. Jika
ada komentar, ia selalu memojokkan kalangan Sunni dan menguntungkan
posisi Syiah; seperti dalam komentar terakhir dia soal kasus Sampang
kemarin. Pertanyaannya, sebagai kepala negara, mengapa SBY tidak
berusaha melindungi akidah mayoritas kaum Muslimin di Indonesia yang
bermadzhab Ahlus Sunnah? Kok dia justru lebih peduli dengan kelompok
minoritas Syiah? Ya, kita tahulah, siapa SBY…
[13]. Ketika merebak isu “war on terror” di dunia,
Indonesia gegap gempita menyambut isu tersebut. Salah satu akibatnya,
kesempatan beasiswa belajar di Saudi diawasi sangat ketat. Sejak proses
seleksi, pemberangkatan, hingga kuota beasiswa itu, diawasi sedemikian
rupa. Banyak pelajar yang sedianya ingin belajar agama, merasa
kesulitan. Termasuk dalam urusan kerja, bisnis, dagang, dan lainnya.
Tetapi sebaliknya, kerjasama beasiswa, kunjungan tokoh, serta dakwah
dengan Iran justru semakin marak. Ribuan pelajar Indonesia saat ini lagi
nyantri di Iran; nanti kalau pulang mereka akan mendakwahkan agama perbudakan manusia atas manusia yang lain (pada hakikatnya, setiap pribadi Syiah adalah budak dari imam-imam Syiah di Persia).
[14]. Sampai detik ini, Amerika tidak pernah
menjadikan para aktivis Syiah sebagai sasaran “war on terror”
sebagaimana mereka menjadikan kaum Wahabi sebagai sasaran itu. Padahal
kalau melihat “kampanye verbal” dari para dai-dai Syiah, mereka TAMPAK
sangat anti Amerika dan Zionis. Kalangan Wahabi yang hati-hati saat
bicara tentang Amerika, tidak segan-segan diteroriskan; sedangkan
aktivis Syiah yang sehari-hari dzikirnya menyerang Amerika dan Zionis
(tentu saja, dengan menyerang para Shahabat dan isteri-isteri Nabi
Radhiyallahu ‘Anhum), tidak pernah diapa-apakan. Coba lihat, dalam kasus
Sampang kemarin, aktivis Syiah membuat ranjau dari bom ikan dan
paku-paku; tetapi Densus 88 tidak pernah menyatroni rumah Tajul Muluk
dan kawan-kawan.
[15]. Ketika sebagian aktivis Muslim melakukan
latihan militer, untuk persiapan jihad ke Palestina, pasca terjadi
Tragedi Ghaza 2008-2009 lalu; mereka segera ditangkapi dan diposisikan
sebagai teroris. Tetapi terhadap aktivis Syiah yang melakukan
latihan-latihan militer, tidak ada satu pun yang ditangkapi aparat.
Bahkan ada yang bilang, mereka dilatih oleh instruktur baret merah. Jadi
ini seperti lelucon yang terus diulang-ulang. Betapa sensitif aparat
keamanan kepada para pemuda Sunni, ketika mereka ingin berjuang ke
Palestina; tetapi tidak sensi sama sekali kepada aktivis-aktivis Syiah
yang terus menyusun kekuatan milisi.
Singkat kata, eksistensi Syiah di Indonesia sangat sulit untuk
ditertibkan (apalagi dibubarkan), karena ia memang dilindungi oleh
kekuatan Barat, khususnya Amerika. Sebagaimana Barat membutuhkan paham
Liberal untuk merusak ajaran Islam, mereka juga merasa sangat
diuntungkan dengan eksistensi paham Syiah.
Siapapun yang memeluk akidah Syiah Rafidhah secara sadar dan
mengerti; dapat dipastikan dia akan keluar dari Islam. Mengapa? Karena
dalam akidah itu mereka meyakini Al Qur’an tidak murni lagi; hak
Kekhalifahan Ali sebagai azas agama melebihi Tauhidullah; batalnya
Syariat Islam, diganti syariat perkataan pribadi imam-imam Syiah (yang
tidak bisa dibuktikan otentisitasnya); mereka mencaci-maki, menghina,
menyerang pribadi isteri-isteri Nabi dan para Shahabat Radhiyallahu
‘Anhum; mereka mengkafirkan Abu Bakar dan Umar, menganggap keduanya
sebagai thaghut dan kekal di neraka; mereka mengkafirkan Ahlus Sunnah,
dan menghalalkan harta, darah, dan kehormatannya; mereka menghalalkan
nikah Mut’ah yang telah diharamkan oleh Nabi dan para Shahabat; dan
lain-lain keyakinan sesat.
Inti keyakinan Syiah Rafidhah, adalah kedurhakaan kepada Syariat
Islam, mempertuhankan imam-imam, menjadikan dendam politik sebagai
akidah tertinggi, mengkafirkan kaum Muslimin, menodai kehormatan para
Shahabat yang dicintai oleh Al Musthafa Shallallah ‘Alaihi Wasallam;
serta semua itu dibungkus di balik kamuflase “mencintai Ahlul Bait
Nabi”. Masya Allah, laa haula wa laa quwwata illa billah. Ini adalah
keyakinan kufur, sehingga siapa yang meyakini semua ini secara sadar;
dia otomatis kufur. Tidak berbeda sama sekali antara seorang Muslim yang
masuk Kristen, Hindu, Budha, dengan orang yang masuk Syiah Rafidhah
(Imamiyah) ini.
Ada sebuah pernyataan aneh dari seorang tokoh ormas Islam tertentu. (Lihat artikel ini: Inilah Sikap Tokoh Ormas Islam Terkait Tragedi Sampang).
Komentar yang bisa saya sampaikan: “Pak, Pak…lewat pernyataan seperti
ini, kita seperti tidak pernah belajar agama saja. Bukankah konflik
Sunni-Syiah sudah terjadi sejak ribuan tahun lalu, sejak dakwah Abdullah
bin Saba’ dimulai? Sementara isu Zionisme itu kan baru
kemarin-kemarin? Masak sih, setiap ada isu konflik Sunni-Syiah, selalu
dilarikan ke isu Zionisme? Apakah itu maksudnya, supaya Ahlus Sunnah di
Indonesia diam-diam saja menghadapi semua provokasi dan kesesatan
ajaran Syiah, karena mereka berlindung di balik isu kontra Zionisme?
Selagi orang-orang sesat itu terus mencaci-maki kehormatan
isteri-isteri Nabi dan para Shahabat, jangan pernah bermimpi ada
perdamaian antara Sunni dan Syiah.
Pak Habib, perlu dijelaskan sedikit kepada Anda. Di mata kaum Syiah,
mencaci-maki isteri Nabi dan para Shahabat adalah dari GURU akidah
mereka. Demi Allah, akidah Syiah dibangun di atas azas ini; sehingga
kalau kita berteriak-teriak selama ribuan tahun meminta Syiah untuk
menghentikan caci-makinya itu, niscaya ia tidak akan terlaksana. Karena
inti eksistensi Syiah ada disana. Sementara bagi kaum Muslimin (Ahlus
Sunnah), mencintai Ahlul Bait Nabi, mencintai isteri-isteri beliau,
mencintai para Shahabat beliau; hal itu juga merupakan AZAS AKIDAH Ahlus
Sunnah, setelah AZAS TAUHID dan AZAS SUNNAH. Menafikan azas ini bisa
berakibat kekafiran bagi pelakunya; sebab Allah Ta’ala telah menjadikan
isteri-isteri Nabi dan para Shahabat Nabi ridha kepada-Nya, dan Allah
pun ridha kepada mereka (Surat At Taubah: 100). Lihatlah Surat An Nuur!
Surat ini andaikan kita boleh ikut menamainya, ia akan diberi nama “Surat Aisyah“.
Mengapa? Karena sejak ayat 1 sampai ayat 26, isi surat ini ialah
pembelaan dari langit, dari Arasy tertinggi, terhadap kesucian ‘Aisyah
binti Abi BakrinRadhiyallahu ‘Anhuma dari tuduhan keji yang
dialamatkan kepadanya. Tidak ada di antara ummat Nabi Shallallah ‘Alaihi
Wasallam, yang mendapat pembelaan sangat banyak dalam Al Qur’an,
selain Ummul Mukminin Radhiyallahu ‘Anha tersebut. Lalu atas semua ini,
Syiah Rafidhah menjadikan sosok Aisyah Radhiyallahu ‘Anha sebagai
sasaran caci-maki, laknat, dan kebencian.
Lalu di zaman modern ini, tiba-tiba muncul sosok “pahlawan” yang
ingin mendamaikan Sunni dan Rafidhah. Masya Allah, seberapa kuat tangan,
fisik, dan suara dia, untuk mendamaikan PERTEMPURAN AKIDAH yang abadi
ini? Allah Ta’ala meridhai isteri Nabi dan para Shahabat; sementara
Syiah Rafidhah mencaci-maki, menghina, dan melaknati mereka. Jelas kaum
Ahlus Sunnah berdiri di bawah bendera Hizbullah (Keridhaan Allah);
sedangkan Syiah Rafidhah berdiri di bawah keridhaan dan hidayah iblis
laknatullah ‘alaih. Dan Hizbullah itulah yang pasti menang!
Wahai Ahlus Sunnah…Anda harus sadar sesadar-sadarnya, bahwa tidak ada
yang sanggup mengalahkan Anda, melemahkan Anda, atau meruntuhkan Anda.
Karena Anda berdiri di atas Al Haq. Anda berdiri di atas Syariat Islam
yang suci, Kitabullah dan Sunnah yang mulia, Akidah Tauhid yang kokoh;
serta Anda berdiri di atas Keridhaan Allah Ar Rahman, insya Allah wa
bi idznihi. Tidak ada yang sanggup mengalahkan Anda, siapapun diri
mereka; apakah Amerika, Inggris, NATO, nuklir Iran, jamaah Syiah
Rafidhah seluruh dunia, dan seterusnya. Karena kita (Ahlus Sunnah)
ditolong oleh Ar Rahmaan, lantaran selalu berpegang kepada Kesucian
Syariat Islam, serta memuliakan Ahlul Bait Nabi semurni-murninya, tanpa
mengkultuskan dan menodai hak-hak Uluhiyah dan Rubbubiyyah Allah
Ta’ala.
Pegang selalu kemurnian akidah Ahlus Sunnah, dan jangan dilepaskan
karena alasan apapun. Sekalipun kita mati, biarlah mati di bawah naungan
bendera SUNNAH NABI Shallallah ‘Alaihi Wasallam. Jangan pernah
lepaskan akidah ini, wahai Ahlus Sunnah. Karena akidah inilah yang akan
menjadikan Islam tetap eksis di muka bumi; karena akidah inilah yang
akan menjadikan Syariat Islam yang suci tetap terpelihara; karena akidah
inilah yang akan menyatukan kita dengan barisan Sayyidul Mursalin,
isteri-isteri Nabi, para Khulafaur Rasyidin, para Shahabat, serta
imam-imam Ahlus Sunnah sepanjang masa, hingga hari ini.
Jangan pernah dilepaskan, wahai Saudaraku. Bahkan bercita-citalah
kalian untuk mati dalam rangka membela BENDERA RASULULLAH sampai titik
darah terakhir! Adapun terhadap omongan eli-elit politik sesat, serta
bajingan-bajingan moral, abaikan saja. Semua itu tak akan memberi
madharat sedikit pun kepada Allah yang Maha Suci. Walhamdulillahi Rabbil
‘alamiin. (Voaislam)
Penulis adalah pengarang buku “Bersikap Adil Kepada Wahabi”
Komentar
Posting Komentar