JAKARTA (voa-islam.com) - Dalam Rapat Dengar
Pendapat (RDP) dengan para petinggi KPK, Rabu 6 Februari 2013 di DPR,
Komisi III DPR mempertanyakan kedatangan Duta Besar Amerika Serikat
untuk Indonesia, Scott Marciel, ke kantor Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Kedatangan Dubes negeri adidaya itu bisa ditafsirkan sebagai
bentuk intervensi terhadap komisi itu.
Wakil Ketua Komisi III Tjatur Sapto Edy meminta klarifikasi apakah
Dubes AS tersebut rutin mengunjungi KPK. Kunjungan itu, bisa ditafsir
sebagai bentuk intervensi, apalagi jika dilakukan secara rutin.
Apa jawab Ketua KPK Abraham Samad tentang tudingan itu? Menurut
Samad, Amerika sama sekali tidak melakukan intervensi kepada KPK. "Tidak
ada deal dengan Amerika," kata Abraham Samad dalam RDP itu.
Samad menegaskan bahwa selama ini KPK banyak menerima tamu asing. Bukan hanya dari AS dan Eropa tapi juga dari Timur Tengah. KPK tidak pernah bertindak diskriminasi terhadap tamu yang datang. Abraham juga menegaskan bahwa KPK sama sekali tidak pernah menerima bantuan dari asing. Anggaran KPK murni berasal dari negara. "Tidak ada bantuan finansial, kami hanya pakai anggaran yang telah disediakan," katanya.
Para penyidik memang pernah melakukan pelatihan di Amerika. "Baru sekali dan belum selesai dan perlu diulang," katanya.
Betulkah Ada Konspirasi
Samad menegaskan bahwa selama ini KPK banyak menerima tamu asing. Bukan hanya dari AS dan Eropa tapi juga dari Timur Tengah. KPK tidak pernah bertindak diskriminasi terhadap tamu yang datang. Abraham juga menegaskan bahwa KPK sama sekali tidak pernah menerima bantuan dari asing. Anggaran KPK murni berasal dari negara. "Tidak ada bantuan finansial, kami hanya pakai anggaran yang telah disediakan," katanya.
Para penyidik memang pernah melakukan pelatihan di Amerika. "Baru sekali dan belum selesai dan perlu diulang," katanya.
Betulkah Ada Konspirasi
Berita tentang kedatangan Dubes AS Scot Merciel ke KPK beberapa jam
sebelum penangkapan mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, memunculkan
spekulasi. Apalagi dalam orasi politik Presiden PKS yang baru Anis
Matta tercetus kata ‘konspirasi’.
Tak berhenti sampai di situ. Mantan Presiden PKS Hidayat Nur Wahid
pun menyebut unsur zionis dalam kasus penangkapan Luthfi dan penjatuhan
citra PKS itu. Benarkah?
Ujug-ujug kedatangan Dubes AS Scot Merciel ke KPK yang oleh lembaga
pemberatasan korupsi itu disebut terkait dengan kasus lain, bagi
sebagian kalangan tak terlepas dari masalah impor daging sapi dari AS
yang terus anjlok bahkan pernah distop. Apa kaitannya dengan KPK?
Dugaan pun menjurus, bahwa target dari pemunculan kasus ini adalah
pemecatan Menteri Pertanian (Mentan) Suswono yang berasal dari PKS.
Penangkapan Luthfi (yang tidak tertangkap tangan), yang oleh sejumlah
pakar dan praktisi hukum dinilai dipaksakan dan janggal itu diyakini
sebagai “pintu” untuk memecat Mentan Suswono.
Dugaan kuat kejengkelan AS akan kran impor daging sapi yang terus
dibatasi ditengarai menjadi pemicu pemunculan kasus ini. Ada “pesan”
yang ingin disampaikan bahwa para pengusaha importir daging di republik
ini juga sangat jengkel akibat kuota yang terus menurun dari tahun ke
tahun. Akibatnya, pengusaha importir daging sapi itu berusaha melakuan
aksi suap supaya mendapat jatah yang sesuai dengan yang mereka inginkan.
Kejengkelan para pengusaha importing daging sapi itu tentu sesuai
dengan keinginan AS. Adanya dugaan kasus suap yang dilakukan oleh PT
Indoguna Utama memunculkan pertanyaan mengapa hal ini bisa terjadi? Bagi
kalangan pengusaha, kejadian itu dipicu oleh kurangnya kuota impor
daging di 2013.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang, kepada detikfinance,
Kamis (31/1/2013).“Menurut saya itu ekses dari kurangnya kuota impor
daging sapi, pengusaha menghalalkan segala cara,” kata Sarman beralasan.
Sarman yang juga Ketua Komite Daging Sapi (KDS) mengatakan, kalangan
pengusaha impor daging tidak siap dengan pemangkasan kuota impor daging
sapi tahun ini, sehingga di antara mereka berupaya untuk bisa
mendapatkan kuota yang diinginkan. “Kuota impor daging sapi tahun 2011
sampai 90.000 ton saat itu harga stabil, tahun 2012 turun jadi 34.000
ton, tahun ini cuma 32.000 ton terjun bebas,” ungkapnya.
Sarman menuturkan seharusnya kuota impor daging tahun ini mencapai
85.000 ton (hanya daging beku). Menurutnya, dengan kuota daging tahun
ini yang hanya 32.000 ton, sangat beralasan para importir daging
teriak-teriak dan melakukan upaya-upaya segala cara.
“Yang parah lagi, 32.000 ton itu dibagi dua semester, semestar
pertama direalisasikan 60% atau 19.200 ton, kita nggak tahu siapa
perusahaan-perusahaannya, 40% sisanya di semester kedua,” katanya.
Ia juga mengatakan ekses lain dari adanya kurangnya kuota impor
daging adalah adanya kasus peredaran daging celeng dan peredaran daging
sapi ilegal. Harga daging yang saat ini bertahan Rp 90.000 per kg,
menunjukkan pasokan daging masih tersendat.“Saya harap dengan kejadian
ini momentum pemerintah mengevaluasi kembali soal kuota impor daging
2013,” katanya.
Beberapa sumber menyebut kebijakan Kementerian menekan kuota impor
daging sapi dari tahun ke tahun justru untuk membantu peternak sapi di
dalam negeri yang efeknya memunculkan peredaran daging babi dan sapi
ilegal. Tapi selain untuk membantu peternak sapi Indonesia, alasan lain
pembatasan impor adalah pasokan daging sapi dari AS itu bercampur daging
babi.
Kebijakan Kementerian Pertanian bersama Kementerian Perdagangan itu
jelas sangat memukul AS yang selama ini memasok daging sapi ke
Indonesia. Makanya, tak usah heran, sebelum menyambangi KPK, Rabu
(30/1/2013), Dubes AS Scot Merciel terlibat saling sindir soal
pro-kontra impor dengan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dalam sebuah
pertemuan “Trade Conference” di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat
(30/1/2013).
“Keuntungan impor itu banyak tetapi impor banyak stigma negatif (di
Indonesia), tetapi kita bicara yang lebih luas adalah keuntungan dan
harga murah juga banyak produk dari adanya impor. Hong Kong menjadi
contoh,” kata Scot kepada ratusan delegasi beberapa negara di Hotel
Borobuddur, seperti dikutip detikcom (30/1/2013).
Scot menambahkan, seharusnya Indonesia mengikuti permainan yang telah
ditetapkan oleh Badan Perdagangan Dunia (WTO) yang tidak hanya
mendorong kinerja ekspor tetapi juga impor. Menurutnya, nilai lain dari
adanya impor adalah adanya kompetisi antar perusahaan yang lebih
kompetitif dan produktif.
“Kita punya WTO yang tidak hanya mendorong ekspor tetapi juga impor
dan kita harus mengikuti permainan. Hal lain soal impor, tanpa impor
perusahaan kita tanpa kompetitif. Jadi saya pikir nilai lain adalah
kompetisi antar perusahaan dan produktivitas, juga memberikan biaya yang
lebih murah,” imbuhnya. (Voaislam)
Komentar
Posting Komentar