JAKARTA – Pandangan hidup Barat
yang membawa ide liberalisme, sekularisme, femisnisme, relativisme,
pluralisme, materialisme dan sebagainya merupakan tantangan tersendiri
bagi peradaban Islam. Paham tersebut memiliki prinsipyang berbeda dengan
faham tauhid, yang merupakan inti dari Islam.
“Tantangan peradaban Islam berasal dari umat Islam sendiri. Munculnya
berbagai aliran yang menyimpang dari akidah yang benar, merupakan
tantangan yang tidak ringan bagi peradaban Islam. Hasil penelitian MUI
menyebutkan, ada sekitar 10 aliran menyimpang di Indonesia. Belum yang
berskala internasioanl, seperti Inkar Sunnah, Syiah dan lain-lain.
Keberadaan aliran tersebut harus disikapi dengan serius dan memberikan
jawaban agar umat tidak mudah terpengaruh akidahnya.”
Demikian dikatakan Bahrul Ulum, peneliti Institut Pemikiran dan
Peradaban Islam (InPAS) – Surabaya yang disampaikan dalam Musyarawarah
Kerja dan Tasyakuran 10 Tahun INSISTS “Sinergi Membangun Peradaban
Islam”, belum lama ini di Solo.
Menurut Bahrul, salah satu bahaya besar yang dihadapi umat hari ini
adalah ancaman yang ditebar kelompok Bathiniah di seleruh penjuru dunia
Islam. Mereka telah menggerogoti akidah umat, baik dari segi penafsiran
ayat-ayat al-Qur’an, Hadits, dan sejarah. Akibatnya itu berimbas pada
goncangan politik, pemikiran, keilmuan, sejarah serta budaya.
Untuk menghadapi penyimpangan dalam bidang pemikiran, diperlukan
pusat kajian Islam, baik dalam bidang lembaga pendidikan atau di luar
itu. Ini dimaksudkan untuk mengontrol adanya penyelewengan ilmu dan
pemikiran. Disamping itu , pusat pengkajian keislaman juga ikut beperan
untuk memecahkan persolan umat, sekaligus safari intelektual bagi umat
Islam yang jenuh dengan rutinitas.
“Akidah dalam Islam merupakan fondasi dalam tata pikir, tata nilai
dan seluruh kegiatan kehidupan Muslim yang kemudian dikenal dengan worldview
Islam atau pandangan hidup Islam. Bangkitnya kembali peradaban Islam,
bukan hanya oleh kaum muslimun, tetapi juga umat-umat lainnya. Ketika
peradaban Islam menguasai dunia, manfaatnya bisa dirasakan oleh seluruh
manusia,” kata Bahrul.
Peran Kampus
Bahrul Ulum menjelaskan, lembaga pengkajian yang berada di kampus
bisa menjadi pelaksana kegiatan akademik yang bertugas melakukan
pembinaan, pengkajian dan pengembangan Islam. Perannya bisa diperbesar,
tidak hanya sebagai lembaga pengembangan kurikulum pendidkan Islam. Tapi
juga pengembangan kader-kader ulama untuk menciptakan umat Islam yang
berkualitas dan memahami Islam secaara kaffah.
Saat ini, lanjut Bahrul, kerusakan ilmu banyak terjadi di lembaga
pendidikan Islam yang diharapkan menjadi pusat pengkaderan ulama dan
pemimpin umat. “Untuk mengatasi kerusakan ilmu ini perlu digagas model
studi akidah yang seuai dengan worldview Islam. Sebab, selama
ini materi ilmu akidah dan pengenalan aliran-aliran Islam ternyata belum
menjamin mahasiswa menjaga akidahnya. Maka perumusan framework studi akidah yang berdasarakan worldview Islam harus segara direalisasikan.
Sedangkan yang berada di luar kampus, bisa langsung bersentuhan
dengan komponen masyarakat dari berbagai kalangan , mulai dari kelas
bawah hingga atas. Lembaga tersesut juga bisa dikembangkan menjadi garda
terdepan bagi solusi masalah-masalah keumatan.
Dengan posisinya yang tidak terkait oleh institusi kampus, ia bisa menjadi leader working group
bagi berbagai isu atau masalah yang terjadi di tengah umat Islam. Oleh
karena itu, aktualisasi berbagai kajian, hasil penelitaian harus bisa
menyentuh permasalahan umat yang paling fundamental. Selain itu lembaga
kajian jaringan INSIST peru memikirkan riset terapan yang inovatif,
sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh umat Islam. Ini akan membantu
menumbuhkan kepercayaan umat,” papar Bahrul.
Bercermin Pada Sejarah
Banyak sejarawan mengakui peran peran penting peradaban Islam dalam
memberikan sumbangan abadi bagi banyak bangsa di berbagai wilayah dan
bidang, baik akidah, ilmu, moral, hukum, seni dan sastra.
Dalam bidang aqidah, seperti dikatakan, Mustafa as-Sibai,
prinsip-prinsip dasar peradaban Islam telah memengaruhi gerakan-gerakan
reformasi keagamaan yang berlangsung di Eropa sejak abad ke-7 hingga
masa kebangkitan modern (renaissance).
Banyak peneliti menegaskan, bahwa Martin Luther dalam gerakan
reformasinya terpengaruh oleh pandangan para filsuf Arab dan ulama
muslim mengenai agama, akidah dan wahyu. Perguruan-perguruan tinggi
Eropa pada masa Luther selalu berpegang pada buku-buku para filsuf
muslim yang jauh sebelumnya telah diterjemahkan ke bahasa latin.
Demikian pula dalam bidang lainnya seperti filsafat dan kedokteran,
ilmu pasti, kimia, geografi dan astronomi, peradaban Islam juga telah
memberikan sumbangan yang tiada ternilai. Namun dari berbagai kemajuan
tersebut, yang paling penting adalah peradaban Islam telah menghantarkan
manusia mendekati puncak kebahagaiaan , yang tidak pernah dilakukan
oleh sebuah peradaban manapun, baik di Timur maupun Barat.
Salah satu tokoh yang sukses ikut mengantarkan kembali kejaaan
peradaban Islam adalah Nizham Muluk. Tokoh yang punya nama asli Abu Ali
al-Hasan bin Ali bin Ishaq at-Thusi ini ketika memegang jabatan penting
dalam Emperium Saljuk (455 H), memiliki kepedulian yang tinggi terhadap
aliran-aliran yang menyimpang dari aqidah yang sahih.
Nizham berfikir bahwa perlawanan melalui jalur politik tidak akan
menunjukkan hasil yang memadai tanpa dibarengi dengan perang pemikiran.
Nizham kemudian menghidupkan kajian Ilmiah dan mendirikan sekolah yang
diberi naka Nizhamiah. Lembaga ini mendidik umat ini berdasarkan
al-Qur’an dan as-Sunnahberakidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Lewat lembaga
ini, Nizham melancarkan perang pemikiran kepada berbagai aliran yang
menyebar di dunia Islam. Ia pula yang merumuskan silabus kurikulum
beserta metodenya agar mudah dicerna oleh khalayak secara luas dalam
memberikan pemahaman Islam yang benar.
Selain Nizham, Abu Ali bin Siwar, sekretaris salah seorang negarawan
masa ‘Iddhut Daulah (wafat tahun 372 H) mendirikan perpustakaan di Kota
Bashrah dan Ram Harmuz. Kedua tempat ini banyak dikunjungi oleh orang
yang ingin mengkaji serta meneliti berbagai permasalahan ilmiah.
Kemudian, Abu Naser Sabur bin Ardasyir, seorang Menteri Bahaud Daulah
(wafat tahun 416 H)telah mewaqafkan banyak buku hingga mencapai 10.400
jilid dalam berbagai disiplin ilmu. Lalu As-Syarif Ar-Rodhy mengajak
seorang penyair kenamaan membangun lembaga pendidikan bernama
Dar-Al-Ilmu. Lembaga ini diperuntukkan bagi para pelajar serta
memfasilitasi segala kebutuhan yang diperlukan.(Voaislam)
Komentar
Posting Komentar