PASCA
peristiwa pembajakan disertai penabrakan pesawat komersial ke gedung
kembar WTC, New York, 11 September 2001, AS melancarkan invasi
militernya ke sejumlah negara Muslim seperti Afghanistan dan Irak. Rezim
George W. Bush yang memerintah ketika itu memandang dua negara itu
sebagai penyokong aksi terorisme dan pemproduksi senjata pemusnah
massal.
Invasi militer AS itu menyulut kontroversi karena
didasarkan pada asumsi-asumsi yang subyektif dan minim bukti. Akibatnya
pasukan militer AS yang didukung negara-negara sekutunya itu mengalami
keteteran menghadapi perang gerilya yang dilakukan para mujahidin di
kedua negara tersebut.
Berperang di negara yang berlatar gurun dan
padang tandus seperti Irak dan Afghanistan membuat nyali pasukan
militer AS dihinggapi rasa takut dan khawatir akan keselamatan nyawanya.
Akibatnya, beberapa kasus salah tembak pun menuai penyesalan di jiwa
pelaku, veteran perang AS yang pernah bertugas di kedua negara itu.
Pengakuan
jujur tentang rasa bersalah saat dirinya bertugas di medan perang,
diungkapkan oleh mantan marinir AS Kapt. Timothy Kudo. Dirinya mengaku
merasa malu dan menyesal setiap hari, bahkan marah terhadap dirinya
sendiri, setelah pulang berperang dari Afghanistan dan Irak.
“Saya
tidak bisa memafkan diri saya sendiri,” ujarnya. “Dan orang-orang yang
bisa memafkan saya telah mati,” ungkapnya sedih, sebagaimana dikutip
Associated Press (AP) dan dirilis Al-Arabiya (arrahmah.com/22/2)
Kudo
menceritakan penyesalan itu manakala dirinya, meski tidak langsung,
terlibat pembunuhan yang disengaja terhadap dua remaja Afghanistan yang
bersepeda motor.
Ketika itu, pasukan unit di kesatuannya mengira
dua remaja tersebut adalah anggota mujahidin karena membawa dua benda
yang dianggap sebagai senjata. Padahal, setelah aksi penembakan yang
gegabah itu, apa yang dikira para tentara itu senjata ternyata hanyalah
sebatang tongkat dan kayu yang biasa digunakan pengembara atau
gelandangan membawa bekalnya. Pasukan marinir AS menganggapnya sebagai
moncong senjata karena memantulkan cahaya, yang sebenarnya berasal dari
krom (chrome) sepeda motor yang dikendarai keduanya.
Meski dirinya
tidak secara langsung menembak kedua remaja itu, tapi komando yang
telah ia berikan membuat mereka terjungkal ke tanah dan langsung
meninggal di tempat. Bayangan peristiwa itulah yang membuatnya merasa
bertanggung jawab atas kematian para remaja itu. Sama halnya veteran
perang lainnya yang menderita cedera moral, Kudo juga merasa bertanggung
jawab atas kematian para korban yang diakibatkan oleh perintah yang ia
berikan dalam misi lainnya. “Saya adalah monster. Saya biarkan orang
lain jatuh,” akunya penuh penyesalan.
Gangguan mental akibat
trauma seperti dirasakan Kudo itu biasanya disebut post-traumatic stress
disorder (PTSD). Penyakit mental ini umumnya diderita oleh banyak
tentara eks veteran perang Irak dan Afghanistan.
“Mereka telah
melakukan sesuatu atau gagal melakukan sesuatu yang melanggar etika
moral yang mereka pegang teguh,” ujar seorang dokter seperti dikutip
laman Al-Arabiya.
Jika dilihat dari gejalanya cedera moral mirip
dengan gangguan stress pasca trauma (PTSD). Rasa malu yang dalam,
perasaan bersalah dan kemarahan adalah beberapa gejala yang dialami
pengidap penyakit kejiwaan ini.
“Cedera moral bukanlah sebuah
permasalahan kesehatan. Tetapi hingga kini penanganannya pun belum
jelas,” ungkap seorang konsultan psikiatri bagi ahli bedah kelompok
tentara, Kolonel Elspeth Ritchie.
Masih menurut Ritchie,
pembunuhan di area peperangan merupakan masalah bagi sebagian tentara
yang memiliki gangguan ini. Selain itu pengalaman beragam ketika
mengawal tahanan atau menyaksikan warga Irak terbunuh dalam perang
sektarian 2006-2007 juga dianggap memicu munculnya gangguan tersebut.
“Kau
mungkin tidak melakukan sesuatu yang salah dalam hukum perang. Tetapi
rasa kemanusiaan yang kau miliki merasa ada sesuatu yang keliru,” tutur
pria yang kini menjabat sebagai kepala pegawai klinik di Departemen
Kesehatan Mental di distrik Columbia.
Kudo adalah contoh veteran
perang AS yang mau berterus teras mengungkapkan perasaan jiwanya. Masih
banyak di antara veteran itu yang bisa mengungkapkan perasaannya. Rasa
bersalah itu bahkan bisa berakhir tragis: bunuh diri!
Komentar
Posting Komentar