JAKARTA - Dari hasil
investigasi yang dilakukan, Halal Watch, ditemukan, 90 resto di Central
Park Mall di Grogol hanya 5 resto yang halal, sedangkan di Casablanca
dari 120-an resto hanya 5 resto yang halal, dan di Citos (Cinere Town
Squere) dari 30 resto hanya 1 yang halal.
“Restoran itu bukan hanya tidak ada label halalnya,
bahkan ada resto yang gunakan label halal, tapi makanannya bercampur
dengan zat yang haram seperti arak, rum, juga yang bercampur antara
daging ayam, sapi dengan daging babi, terutama roti-rotian. Jika melihat
data dari LPPOM MUI, jenis makanan di restoran, supermarket, maupun
pasar tradisional, baru 1 % yang baru jelas kehalalannya, selebihnya
subhat. Sungguh memprihatinkan,” ungkap anggota pengurus Halal Watch
Keke Z Sugitahari kepada voa-islam di Jakarta.
Dikatakan Keke yang juga owner Mumtaaz Boutique ini,
yang disebut dengan kehalalan itu adalah proses yang disajikan dari awal
hingga akhir, mulai dari bahan masakannya, proses memasaknya,
penyajiannya, hingga pemasarannya. Halal Watch sendiri baru konsen pada bahan dan hasil akhirnya. “Yang kita lakukan adalah
memastikan kehalalan produk halal dari segi produksi, kesadaran
konsumen, dan prosesnya,” ujar Keke.
Saat ini, Halal Watch bernaung di bawah Yayasan Peduli
Halal Indonesia, anggotanya terdiri dari para profesional dan lapisan
masyarakat, meski tidak semua angotanya mengerti makanan halal, tapi
pihaknya member edukasi dan kesadaran kepada anggotanya tentang produk
halal.
Menyinggung soal berdirinya Badan Halal NU, sikap Halal
Watch adalah bersikap husnudzan. Tentu kita berharap tidak ada ptensi
konflik dengan hadirnya lembaga sertifikasi halal yang baru. Perpecahan
tidak akan terjadi bila kepentingan yang dilakukan untuk kepentingan
umat. Sebaiknya memang, MUI tetap sebagai lembaga pemberi fatwa proses
sertifikasi halal.
“Tentu LPPOM MUI dengan segala keterbatasan yang
dimiliki, tidak bisa bekerja sendiri, karena kurangnya SDM, pola
kerjanya perlu disupport oleh ormas islam dan pemerintah.
LPOPOM MUI tidak akan sangggup untuk selesaikan
permasalahaan sendirian untuk member kepastian produk makanan halal di
Indonesia. Di negari seperti Singapura saja, makanannya lebih jelas
kehalalannya. Wanita yang berjilbab bahkan ditolak masuk resto yang
menyajikan masakan babi, karena bisa dituntut,” jelas Keke. (Voaislam)
Komentar
Posting Komentar